Cerpen Realita
Tugas Sastra Indonesia
Kekuranganku Membuatku Tak Terurus
Oleh : Yusmaniar Afifah Nur
Sekolah : MAN Selong
Desa Mekarsari, sebuah tempat yang
sejuk dan tentram. Desa itu termasuk dalam kecamatan Darmaraja, Sumedang.
Tempat itu benar-benar penuh dengan pemandangan alam yang indah dan permai.
Udara Desa Mekarsari terasa sejuk dengan banyaknya pepohonan.
Hanif nama seorang kakek tua yang usianya
kurang lebih 70 tahun-an tinggal di Desa Mekarsari itu. Dia hidup sebatang
kara, setelah dua orang anaknya pergi merantau dan satu anaknya lagi pindah
rumah dan tidak tinggal bersamanya lagi. Kakek hanif memiliki penyakit sesak
nafas. Walaupun dia hidup sendiri tanpa ada anak-anaknya yang merawatnya, dia
selalu sabar dalam menjalani hidupnya.
Jika sesak nafas kakek Hanif kambuh,
dia bertahan sendirian. Tetangga-tetangga dekat rumahnya merasa kasihan melihat
kondisi kakek Hanif. Mereka sangat khawatir jika tiba-tiba penyakit sesak nafas
kakek Hanif kambuh tengah malam karena tidak ada satupun anaknya yang
merawatnya.
Biasanya setiap menjelang maghrib,
kakek Hanif menyalakan lampu teras rumahnya. Tapi kali ini lampu teras rumahnya
tidak menyala. Entah apa yang terjadi dengan kakek Hanif. Tetangganya merasa
khawatir dengan keadaannya. Mereka khawatir jika terjadi apa-apa dengan kakek
Hanif yang mengidap penyakit sesak nafas itu. Mereka takut jika penyakit sesak
nafas kakek Hanif kambuh dan tidak ada orang yang menolongnya di dalam
rumahnya.
Tetangganya yang bernama Maksum
menunggu kakek Hanif untuk menyalakan lampunya. Tapi hingga jam 12 malam, lampu
teras rumah kakek Hanif belum menyala juga. Maksum yang tinggal di samping
rumahnya pun mulai khawatir dengan keadaan tersebut. Hingga Maksum bertekad
untuk pergi ke rumah kakek Hanif dan memastikan apa yang terjadi dengan kakek
Hanif di dalam rumahnya.
“Kakeeeekkk,” teriak Maksum sambil
mengetuk pintu rumah kakeh Hanif.
Tidak ada jawaban kakek Hanif dari
dalam rumahnya.
“Kakeekkk, kakek Hanif,” teriak
Maksum sekali lagi memanggil kakek Hanif.
Tidak ada jawaban lagi dari kakek
Hanif.
“Kekk, kakeeek. Apakah kakek masih
bangun?” tanya Maksum dari depan pintu.
Tapi kakek Hanif tidak menyahut
juga.
Maksum pun semakin menjadi khawatir
dengan keadaan kakek Hanif. Dia memanggil-manggil kakek Hanif dari depan pintu
rumah kakek Hanif. Tapi tak ada suara kakek Hanif menyahut. Tetangga lainnya
yang mendengar suara maksum teriak memanggil kakek Hanif keluar dari rumahnya.
“Maksum, kenapa kau berteriak depan
rumah kakek Hanif?” tanya salah satu warga.
“Aku khawatir dengan keadaan kakek
Hanif. Biasanya kan kalau menjelang maghrib lampu rumahnya menyala, tapi kali
ini lampu rumahnya tidak menyala hingga sekarang. Aku takut jika terjadi
apa-apa dengan kakek Hanif,” jawab Maksum khawatir.
“Iya, aku perhatikan kakek Hanif
tidak pernah keluar dari rumahnya,” sahut Arif, tetangga depan rumah kakek
Hanif.
“Cobalah panggil kakek Hanif lagi.
Mungkin dia sudah tidur dan lupa menyalakan lampunya.”
“Aku sudah memanggilnya, tapi tak ada
jawaban dari kakek Hanif.”
“Bagaimana ini?, apa yang harus kita
lakukan,” kata salah satu tetangga kakek Hanif.
“Cobalah panggil sekali lagi?”
“Bagaimana kalau kita memanggil Zul,
anaknya?” saran Maksum kepada para tetangganya.
“Baiklah, biar aku saja yang pergi
ke rumah Zul,” kata Hadi.
“Iya sudah, cepetan ya. Jangan
lama-lama Di.”
“Iya, iya,” jawab Hadi.
Warga mulai khawatir dengan keadaan
kakek Hanif yang berada dalam rumahnya. Banyak warga berkumpul didepan rumah
kakek Hanif. Mereka ingin tahu apa yang terjadi dengan kakek Hanif.
***
Hadi yang pergi memanggil Zul berlari, karena
rumah Zul tidak terlalu jauh dari rumah kakek Hanif. Setelah sampai di rumah
Zul, Hadi mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
“Tok-tok-tok, assalamualaikum,” kata Hadi.
“Waalaikumussalam, ada apa? Kenapa kamu
kelihatan tergesa-gesa Di,” kata Zul.
“Itu ayah kamu. Dari tadi magrib dia belum
menyalakan lampu teras rumahnya. Biasanya kalau sudah magrib, lampu teras
rumahnya sudah dinyalakan. Tetangga-tetangganya khawatir dengan keadaan ayahmu
Zul, dari tadi Maksum telah memanggilnya. Tetapi tidak ada jawaban dari kakek
hanif, kami semua khawatir,” kata Hadi menjelaskan.
“Benarkah ?? Kalau begitu ayok cepat kita
kesana.”
“Ayok.”
Hadi dan Zul tiba di rumah kakek Hanif. Zul pun
langsung memanggil ayahnya itu.
“Ayaaah, ayaaah,” panggil Zul.
Tapi tidak ada jawaban dari kakek Hanif.
Beberapa kali Zul memanggil ayahnya, tetapi tidak ada jawaban. Hingga Zul pun
mendobrak pintu rumah itu dan mencari ayahnya. Zul mencari ayahnya ke kamar,
tapi tidak ada. Zul pun mencari ayahnya ke belakang rumah. Ternyata kakek Hani
tidur dengan nyenyak disana sampai dia tidak mendengar suara orang ribut di
depan rumahnya.
“Ayah, kenapa ayah tidur disini? Warga khawatir
dengan keadaan ayah, mereka takut kalau terjadi apa-apa sama ayah yang tidak
menyalakan lampu teras rumah dan di panggil-panggil tidak menyahut juga,” tanya
Zul.
“Tadi sesak ayah kambuh Zul, gara-gara makan
mie. Hingga ayah pun diam dan ketiduran disini. Ayah tidak mendengar suara
apa-apa.”
“Sekarang ayah sudah tidak apa-apa?”
“Alhamdulillah, sudah tidak apa-apa. Tadi ayah
sudah minum obat.”
“Baiklah, ayok ayah masuk kamar dan istirahat,”
ajak Zul.
“Iya.”
Akhirnya Zul berterimakasih kepada warga yang
sudah peduli dengan keadaan ayahnya. Dan setelah warga mengetahui kalau keadaan
kakek Hanif tidak apa-apa. Semua warga yang ada di depan rumah kakek Hanif
pulang dengan hati yang lega.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar